Saya Tidak Benci Politik !

Thursday, May 3, 2012

          Dewasa ini banyak terjadi praktik pelacuran politik. Terjadinya korupsi yang dilakukan secara “berjamaah”. Sehingga sulit -bahkan rada mustahil- menemukan siapa yang harus dipersalahkan. Entah apa yang salah, sistem kah? Atau person-person-nyakah? Yang memperihatinkan saya, tidak sedikit oknum itu dari kalangan Muslim. Yang jelas kanker politik ini telah menjalar seluruh tubuh -baik di dunia kampus ataupun politik nasional- yang tadinya mulus, dan kini nampaklah mulai bopeng-bopeng.

          Terdapat kesan cukup kuat bahwa sebagian dari para elit politik- jelas tidak semua mereka- telah kehilangan banyak sekali kemurnian cita-cita dan ada yang nampak sibuk mengokohkan kekuasaannya sekaligus mencari jalan bagaimana “selamat” dan bertahan dalam kedudukannya sekarang. Apalagi jika  orang sudah melihat politik dengan partai dan posisi-posisi pribadi yang diperolehnya seolah-olah “sawah-ladang” atau “toko-warung” mereka.
          Membaca berita-berita tentang mereka ini, tak terhindarkan lagi adanya kesan bahwa seluruh polah-tingkah dan manuver-manuvernya itu hanya bermotifkan bagaimana survive dalam posisi mereka, dalam keadaan diliputi suasana khawatir, waswas dan curiga bahwa sesama temannya atau orang lain senantiasa mengincar kedudukannya dan hendak mendongkelnya. Dari jauh nampak sekali masing-masing mereka itu saling pasang kuda-kuda menghadapi rekannya sendiri dan orang lain. Jika penyakit kanker politik itu hanya menghinggapi mereka dari generasi yang lebih tua, mungkin kita bisa menghibur diri, “Biarlah, toh mereka akan segera pergi”. Tapi kalau praktik-praktik itu terwariskan kepada generasi yang lebih muda -dan agaknya sudah mulai diwariskan- maka inilah malapetaka yang hanya Allah yang tahu bagimana nanti mengatasinya.

Penangkal Kanker Politik

          Barangkali di kalangan umat ini harus ada badan untuk menangkal kanker politik ini yang entah bagaimana caranya bisa menyaring calon-calon politisinya begitu ragam bentuknya sehingga dengan sistem tarjih -meminjam istilah ilmu Mustalah Hadis- dapat disisihkan mereka yang tidak memenuhi persyaratan etika politik dan yang sebaliknya bisa terpilih orang-orang dengan tingkat moralitas pribadi yang tinggi, bukan abal-abal yang hanya tahu mengeksploitasi politik untuk kepentingan diri sendiri saja. Mungkin juga diperlukannya menggagas kembali perubahan susunan politik nasional kita, khususnya berkenaan dengan pemilihan umum (pemilu), sehingga mekanisme yang mendorong orang berbuat hanya mencari “selamat” itu dihapuskan.
          Sikap mengakui kesalahan sendiri kiranya perlu ditanamkan dalam pribadi-pribadi politisi, agar mempermudah dalam penyelesaian kasus yang berlarut-larut yang memakan anggaran yang tidak sedikit. Mengakui kesalahan menurut ajaran agama Islam adalah tindakan terpuji. Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Beruntunglah orang yang sibuk mengenali kesalahannya sendiri, dan bukannya kesalahan orang lain”. Ajaran kitab suci juga mengatakan agar bersikap adil karena Allah, meskipun mengenai diri sendiri, kedua orangtua, dan sanak famili (Q.S. An-Nisa':124). Dan saya kira makna hadis, “katakanlah yang benar, sekalipun pahit!”, tidak hanya berarti kita harus berani mengeritik orang lain dan mengemukakan kesalahannya yang selalu berakibat pahit, tetapi tentunya termasuk pula mengakui kesalahan diri sendiri dan justru inilah yang lebih pahit. Etika mengakui kesalahan dan kegagalan ini adalah salah satu yang harus ditegakkan. Sayangnya yang terkenal kuat sekali berpegang pada etika ini ialah orang-orang Jepang yang notabene bukan Muslim. Kita -sebagai Muslim sejati- tidak bisa menghargai tradisi hara kiri. Tetapi kita sunggguh mengagumi para pemimpin Jepang yang sering cepat mengakui kesalahan diri atau bawahannya, yang kemudian mengambil tanggung jawab penuh akibat-akibatnya. Tentu sejarah dan perkembangan Indonesia akan lain sekali kalau seandainya para pemimpin dulu, sekarang dan di masa depan mempraktikan etika ini, sehingga siapa saja yang pernah melakukan tindakan yang salah atau jelas merugikan orang banyak tak segan-segan mengakui dan berani menanggung akibatnya.
          Tapi saya tidak ingin melakukan generalisasi atau disakompetdaunkeun, dengan tulus kita mengakui bahwa dari kalangan elit politik itu -siapa saja mereka ini- terdapat orang-orang yang nampak menunjukan keikhlasan dan kemurnian cita-cita yang cukup mengharukan. Kepada mereka ini ingin kita menyatakan simpati kita dan doa kita bagi mereka untuk 'inayah dan hidayah Allah semoga mereka tabah, tawakal, dan akhirnya berhasil menyelamatkan hikmat-hikmat yang tersisa. Mereka menjadi tumpuan harapan kita dan kita ingin rasanya menitipkan persoalan usaha penegakan etika politik yang terpuji. Karena saya sendiri menyadari tidak berbakat dalam politik praktis, malah ada kecenderungan saya menjauh daripadanya, maka saya ingin teman-teman yang berbakat dan mampu itu maju terus, dengan harapan mereka tetap setia kepada cita-cita bersama yang luhur, insya Allah.


0 comments:

Post a Comment

 
 
 
 
Copyright © Simplicity